Subur mengemas sandal hasil produksi usahanya di Desa Singocandi, Kecamatan Kota. Foto: Ahmad Rosyidi |
Subur, begitu dia akrab disapa, sudi berbagi cerita kepada Seputarkudus.com tentang usahanya, belum lama ini. Dia menjelaskan, usahanya tersebut sudah digelutinya sejak 20 tahun lalu. Dia mengaku terbiasa membantu kakaknya membuat sandal sejak lulus sekolah dasa (SD).
"Setelah lulus STM (sekolah teknik menengah), saya mulai membuka usaha memproduksi sandal secara mandiri. Sekarang produk yang saya buat sudah menyebar di hampir seluruh wilayah di Jawa Tengah," ujar Subur.
Karena lama berkecimpung dalam pembuatan sandal, Subur mengaku paham seluk-beluk produksi sandal. Segala bentuk sandal jepit dan selop dia bisa membuat sesuai pesanan pembeli yang datang ke tempatnya.
Untuk produksi, Subur dibantu tiga karyawan. Subur mengungkapkan, hari-hari biasa dia bisa menjual 40-50 kodi sandal per bulan. Namun menjelang Lebaran, dia mampu menjual hingga 100 kodi lebih dalam satu bulan. Menurut pria 11 bersaudara itu, usahanya kini memiliki omzet sekitar Rp 30 juta per bulun.
"Untuk harga sandal anak-anak biasa saya jual seharga Rp 250 ribu per kodi. Sedangkan untuk sandal orang dewasa biasanya saya jual sekitar Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per kodi," tuturnya.
Kenadala yang sering dihadapi, kata Subur, yakni ketersediaan bahan baku sandal. Dia sering kesulitan mendapa bahan untuk alas sandal dan kulit imitasi untuk fariasi. Saat ada banyak pesanan dan bahan yang dibutuhkan sedang kosong, membuat produksinya terpaksa berhenti sementara.
"Saya biasanya membeli bahan di Kudus. Jika di Kudus tidak ada saya membeli di Semarang. Namun jika toko langganan saya tidak ada, saya biasanya menunggu hingga bahan baku ada, baru bisa melanjutkan proses produksi," katanya.