Falakh (25), laki-laki yang berziarah ke makam Kaliputu, menuturkan, dia datang kemakam untuk mendoakan ayahnya yang belum lama meniggal. Setiap mendekati Ramadan dia selalu melakukan Nyadran.
“Saya mengunjungi makam bapak saya yang belum lama ini meninggal. Selain itu saya juga menjaga tradisi Nyadran yang biasa dilakukan masyarakat Kudus,” ungkap Falkh kepada Seputarkudus.com, usai berdoa di makam Kaliputu.
Warga Desa Barongan, Kecamatan Kota, itu mengungkapkan, sebenarnya dia datang dari Semarang karena bekerja di Kota Atlas. Karena besok (6/6/2016) diperkirakan sudah sudah puasa, jadi hari ini dia mengunjungi makam ayahnya di Kaliputu. “Saya tadi dari semarang, ke sini untuk mengunjungi makam ayah saya,” ungkapnya.
Begitu juga Mulyono, warga Desa Kramat, Kecamatan Kota, Kudus. Dia bersama tiga saudaranya mengunjungi makam kakek dan kerabatnya di makam Kaliputu. Dia mengungkapkan, tradisi Nyadran sebelum Puasa harus dilestarikan. Selain bisa mendoakan orang yang sudah meninggal, sebagai yang masih hidup bisa mengingat Allah.
“Tradisi Nyadran sebelum Puasa sangat baik, sepatutnya harus dilestrarikan,” ungkapnya.
Santoso, penjaga makam Desa Kaliputu menuturkan, mendekati Puasa dan Lebaran banyak masyarakat yang datang mengunjungi kerabatnya yang sudah meninggal makam Kaliputu.
Dia memberitahukan, tiga hari sebelum Puasa biasanya masyrakat sudah berramai-ramai berziarah ke makam. Sedangkan Lebaran, satu hari sebelumnya hingga Lebaran Ketupat, masyarakat banyak yang datang untuk mendoakan keluarganya.
Santoso yang sejak tahun 1970 bekerja sebagai penjaga makam di Kaliputu menuturkan, ada 10 desa dan kelurahan yang jika warganya meninggal dimakamkan di Kaliputu. “Jadi kalau mendekati puasa pasti ramai,” tuturnya.
Tradisi Nyadran di Kudus menurutnya sudah biasa dilakukan oleh masyarakat. Sejak dia kecil tradisi ini sudah berlangsung. “Sejak kecil tradisi Nyadran sudah dilakukan warga Kudus. Tradisi ini baik dan harus dijaga,” tambahnya.