SEPUTARKUDUS.COM, KOTA - Nama Nyah Bancan cukup melegenda bagi sebagian masyarakat di Kudus. Bahkan namanya sangat akrab di telinga masyarakat karena sering disebut dalam ungkapan bahasa tutur hingga saat ini.
"Tuku mobil, duite Nyah Bancan tah piye?" Demikian masyarat Kudus menggunakan ungkapan itu untuk menggambarkan hal yang sulit dilakukan terkait keuangan. Ungkapan tersebut juga menunjukkan nama Nyah Bancan lekat di telinga masyarakat karena kekayaannya.
Di Jalan A Yani Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kudus, berdiri sebuah kelenteng bernama Hok Hien Bio. Kelenteng tersebut menandai lingkungan Getas Pejaten yang berbatasan dengan Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kota, yang banyak dihuni masyarakat etnis Tiong Hoa.
Kundori, penjaga Klenteng Hok Hien Bio, Jalan A Yani Desa Getas Pejaten, Kudus. Foto: Imam Arwindra |
"Tuku mobil, duite Nyah Bancan tah piye?" Demikian masyarat Kudus menggunakan ungkapan itu untuk menggambarkan hal yang sulit dilakukan terkait keuangan. Ungkapan tersebut juga menunjukkan nama Nyah Bancan lekat di telinga masyarakat karena kekayaannya.
Di Jalan A Yani Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kudus, berdiri sebuah kelenteng bernama Hok Hien Bio. Kelenteng tersebut menandai lingkungan Getas Pejaten yang berbatasan dengan Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kota, yang banyak dihuni masyarakat etnis Tiong Hoa.
Kundori (64) penjaga Klenteng Hok Hien Bio menuturkan, Nyah
Bancan di zamannya termasuk orang yang tersohor karena kaya raya. Dia terkenal karena menjual
jamu dan menyewakan perangkat gong untuk pertunjukan wayang kulit.
“Menurut cerita, Nyah Bancan orang yang sangat kaya raya pada zamannya. Dia memiliki usaha penjualan jamu yang sangat laris. Jamu yang dibuat Nyah Bancan bahkan terdengar hingga ke daerah sekitar Kudus,” ungkap Kundori, Kamis (12/5/2016).
Kundori melanjutkan, selain warga Kudus, warga daerah lain berdatangan untuk membeli jamu Nyah Bancan. Bahkan karena banyaknya masyarakat, mereka harus antre untuk membeli jamunya.
Selain menjual jamu, kata Kundori, Nyah Bancan juga menyewakan Gong untuk pertunjukan wayang kulit. Seiring perkembangan, tidak hanya gong, tapi juga menyewakan seluruh perlengkapan pertunjukan wayang.
Selain menjual jamu, kata Kundori, Nyah Bancan juga menyewakan Gong untuk pertunjukan wayang kulit. Seiring perkembangan, tidak hanya gong, tapi juga menyewakan seluruh perlengkapan pertunjukan wayang.
“Kalau ada pertunjukan wayang kulit di Kudus dan sekitarnya pada zaman dulu, pasti
itu miliknya Nyah Bancan,” tambahnya.
Dahulu, katanya, jika ada orang memiliki gong, termasuk orang
kaya. Apalagi gongnya banyak, orang tersebut pasti terkenal. “Zaman dulu
perlengkapan pertunjukan wayang masih langka, tidak seperti sekarang. Jadi gong dan perlengkapan pertunjukan wayang banyak disewakan ke daerah-daerah Kudus dan sekitarnya,” tambahnya.
Rumah Nyah Bancan Hingga Kini Masih Ada
Kundori mengungkapkan, rumah milik Nyah Bancan hingga saat ini masih ada, tak jauh dari klenteng. "Dari perempatan (klenteng) lurus sekitar 100 meter hingga ada gerbang yang di atasnya ada patung macan dan burung. Rumahnya masuk Panjunan," tuturnya.Gerbang rumah milik Nyah Bancan, Jalan Agus Salim, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kota, Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Rumah milik Nyah Bancan, kata Kundori, saat ini sudah dibagi dua. Satu bagian ditempati Gie Wa dan satunya lagi ditempati E Gua. Dia menjelaskan, Gie Wa adalah cucu Nyah Bancan, yang sekarang melanjutkan bisnis jamu.
"Sedangkan E Gua melanjutkan penyewaan gong. Gie Wa sudah meninggal, sekarang digantikan anaknya Chan Yan Sin,” tambahnya. (Baca juga: Jamu Nyah Bancan Diwariskan Generasi Keempat, Perlengkapan Gong Masih Tersimpan (2) )